Gojek VS Ojek Pangkalan/Konvensional

Pertentangan antara ojek konvensional versus layanan Go-Jek versus angkutan umum lainnya semakin memanas.
Kami mencari tahu mengapa konsumen lebih memilih menggunakan layanan Go-Jek dibandingkan kendaraan lainnya. Ini dia beberapa alasan utamanya:

1. Pelayanan yang lebih profesional
Selain menyediakan helm bagi pengendara dan penumpang (lengkap dengan masker dan penutup rambut), Go-Jek juga melengkapi supir-supirnya dengan perangkat yang menunjang pemesanan dan aktivitas lainnya.

2. Layanan pesan antar
Selain mengantar penumpang, konsumen juga banyak menggunakan layanan Go-Jek untuk kurir dan pemesanan makanan.
Artinya? Kita bisa pesan makanan dari manapun, termasuk dari warung sate kesukaan yang tidak punya delivery service!

3. Diskon dan harga promosi
Semua orang suka diskon. Ini yang digunakan oleh Go-Jek untuk menarik massa. Mulai dari potongan harga untuk pengguna pertama hingga promosi jelang bulan puasa.

4. Tidak perlu ke pangkalan
Aplikasi Go-Jek memungkinkan pengguna untuk memesan ojek tanpa harus ke pangkalan. Mereka bisa mendapatkan ojek di manapun dan kapanpun.
 
5. Potensi kerja paruh waktu

Bagi pengemudi, Go-Jek memberikan keleluasaan dalam bekerja. Artinya, siapapun —asal punya SIM dan STNK— bisa jadi supir ojek tanpa harus mangkal.
Namun, bukan berarti Go-Jek tidak memiliki kekurangan. Kami menghimpun beberapa keluhan dari pengguna di media sosial.

1. Server aplikasi yang mengalami gangguan

Seperti aplikasi digital lainnya, server Gojek mengalami gangguan sehingga pengguna tidak bisa memesan layanan.
Kesalahan teknis juga terkadang terjadi pada penggunaan Go-Jek Credit, alat pembayaran sejenis pulsa. Ada yang mengeluh kreditnya terpakai, namun layanan tidak datang, ada pula supir yang kebingungan karena tidak paham sistem ini. Entah ini kesalahan teknis atau akal-akalan supir, masalah credit cukup menjadi sorotan pengguna layanan Go-Jek.

2. Sulitnya mencari supir Go-Jek

Penggunaan aplikasi berarti konsumen harus bergantung pada sistem pencarian di sana. Terkadang, aplikasi tidak berhasil mendapatkan supir yang dibutuhkan, padahal banyak supir Go-Jek berkeliaran di daerah tersebut.

3. Perubahan struktur sosial?

Sebuah blog mengkritik sistem baru yang dibangun oleh Go-Jek secara antropologis. Menurut penulisnya, sistem ini merusak tatanan sosial dan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah pangkalan ojek: sistem mengantri, sopan-santun, hingga sentuhan personal yang terjadi dalam setiap transaksi di pangkalan ojek.
Layanan angkutan ojek sepeda motor berbasis telepon seluler seperti GoJek dan Grab Bike memberikan peluang bagi pengemudi ojek untuk mendapatkan pelanggan di lokasi mana saja tanpa terikat pangkalan. GoJek di laman resminya menyatakan bahwa seluruh calon pengemudi GoJek akan mendapat pelatihan menyeluruh mulai penggunaan telepon seluler hingga keamanan mengemudi. Selain itu pengemudi akan mendapat pembagian keuntungan sebesar 80 persen untuk pengemudi dan 20 persen untuk perusahaan, termasuk bonus saat mencapai target tertentu.

Gojek-ojek berbaikan

Meski kerap berkonflik di daerah lain, pengojek pangkalan dan pengemudi Go-jek di Jalan Holtikultura, Pasar Minggu ini bisa bekerja berdampingan. Minggu lalu, mereka bersepakat untuk damai setelah berdiskusi mengenai pembagian pelanggan.
Kesepakatannya adalah pengemudi Go-Jek tidak boleh mengambil penumpang secara langsung tanpa lewat aplikasi. Kesepakatan tersebut dipasang dalam spanduk biru yang dipampang di depan pangkalan.

Jasa ojek profesional vs jasa ojek pangkalan

Banyak kelebihan yang ditawarkan oleh jasa ojek profesional ini, khususnya melalui teknologi. Melalui sebuah aplikasi mobile, para konsumen ojek dimudahkan untuk menggunakan jasa transportasi alternatif ini. Mulai dari menentukan tujuan, transparansi tarif, kemudahan menghubungi rider, pelayanan yang nyaman, hingga pelebaran layanan untuk mengirim paket ataupun makanan.
Sadangkan dari sisi rider (tukang ojek), pihak penyedia jasa ojek profesional umumnya mendekati dengan penawaran bagi hasil yang atraktif dan perlindungan kecelakaan serta jiwa. Tapi, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya.
Meskipun menuai banyak sanjungan, bukan berarti layanan ojek profesional seperti GoJek tak mendapat hambatan sama sekali. Belum lama ini ada kasus rider Go-Jek meminta konsumen untuk membatalkan pesanan karena ancaman tukang ojek pangkalan sekitar. Melihat hal ini, wajar jika kini masyarakat banyak yang beranggapan bahwa para tukang ojek konvensional mulai gerah dengan kehadiran layanan ojek profesional seperti Go-Jek dan sejenisnya.
Pihak penyedia jasa ojek profesional seperti Go-Jek dan GrabBike sebenarnya sudah banyak melakukan pendekatan dengan pihak ojek pangkalan dengan berbagai penawaran untuk bergabung, nyatanya banyak yang masih menolak. Singkatnya, seperti yang diberitakan Kompas, alasan mereka yang menolak adalah mereka merasa “ribet” dengan segala aturan yang harus mereka patuhi. Bahkan ada pula yang keberatan dengan tata cara untuk bergabung dengan Go-Jek yang dianggap berbelit dengan harus melengkapi beberapa dokumen yang dibutuhkan.
Jika melihat dari sudut pandang tersebut, wajar jika masyarakat berpendapat bahwa ojek konvensional ini buruk pelayananannya. Tarif yang semena-mena, pelayanan yang kurang nyaman, tak ada jaminanan keamanan jika terjadi hal buruk di jalanan, dan lain sebagainya. Tapi, benarkah sepenuhnya seperti itu?
Nyatanya, meski tak dianggap terorganisir, ojek pangkalan ini sebenarnya memiliki struktur sosial yang tertata rapih dalam suatu komunitas atau paguyuban. Sistem paguyuban ini tidak main-main, di sana mereka menentukan tarif pasar yang berlaku, sistem antrian, bagi-bagi rejeki, dan juga pelanggan lokal. Penerapannya lebih ke arah kekeluargaan, bukan korporasi seperti yang diterapkan oleh jasa ojek profesional.
Memang jika harus dijabarkan lebih lanjut, fungsi dari paguyuban ini masih sangat abstrak dan tak bisa diukur secara pasti karena erat kaitannya dengan sosial. Melalui paguyuban, tukang ojek juga bisa mendapat “asuransi” berupa bantuan keluarga atau teman. Selain itu, tak sembarang tukang ojek juga bisa bergabung untuk masuk dalam satu paguyuban.
Masih tepatkah bila kita menyebut ojek konvensional tidak terorganisir?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Virtual Reality (VR) Cardboard

Produk Teknologi Kesehatan Terbaru